“Tiga cangkir Stainless Steels”
“Tiga cangkir Stainless Steels”
Tahun
lalu aku pulang ke rumah, karena ada libur natal dan tahun baru. Jarak Medan ke
rumah lumayan jauh, ditempuh dalam 12 jam perjalanan. Waktu itu, aku tiba di
rumah sudah pukul 08.00 WIB pagi hari, setelah semalaman suntuk aku harus
bergulat dengan lelahnya tubuh yang harus duduk di dalam mobil travel dari
Medan menuju kota kecilku Padangsidimpuan.
Ku
injak lagi rumput manis hijau yang tebal seperti “karpet Persia” di halaman rumah.
Ahh... ini benar-benar di rumah. Aroma kopi buatan mamak seolah sengaja
mengejarku, memaksa masuk ke lubang hidungku, yang sudah sangat mengenal
wanginya dengan akrab. Seperti biasa, bapak akan sangat sibuk menyambutku dan
meraih tas ranselku, dan mulailah ia dengan kebiasaannya yaitu berbicara
panjang lebar tanpa jeda. Hahahah.. mungkin dia sangat kesepian selama ini,
pikirku. Yahh.. setelah ini, bagaimanapun aku harus menyediakan telingaku untuk
curhatannya yang mungkin akan selesai subuh esok hari. Tapi tidak masalah, aku
sayang bapak, aku rindu, kita akan ngobrol sampai subuh.
Aroma
kopi buatan mamak sangat menggoda, selalu begitu, sangat menggoda dan tak
terelakkan, tak bisa menolak untuk segera menyeruput. Ku langkahkan kakiku ke
arah dapur, dan jelas sudah kopi dalam seteko keramik warna putih pun telah
tersuguh dengan sangat apiknya. Tak sabar aku menuju rak piring untuk mengambil
“mug” kesayanganku, tapi aku menemukan 3 benda kecil baru terletak di sana. Yah,,
3 cangkir stainlees stells yang baru.
“Mak,,,
ini cangkir baru ya? Tumben mamak beli cangkir stainlees stells ukurannya kecil pula.” ucapku pada mamak yang
menyiapkan sarapan pagi untuk kami bertiga. “Iya itu baru, mamak beli 3. Nanti
kalau Denggan dan Brian datang, pasti mereka mainin gelas, kalau itu kan aman,
gak akan pecah dan ukurannya juga kecil jadi bisa digenggam sama mereka.” Ucap mamak
tanpa menghentikan aktivitasnya. (Denggan dan Brian adalah keponakanku yang
bahkan umurnya belum ada setahun waktu itu).
Aku
tahu mamak dan bapakku sangat menyayangi kami anak-anak dan cucunya. Aku sudah
sangat mengenal sifat keduanya dan tidak heran lagi dengan hal itu, jika mereka
menyiapkan hal-hal detail seperti itu untuk kami anak cucunya. Yang membuatku terharu adalah cangkir itu
ada tiga. Seketika aku merindukan Kakak dan Abangku, berharap mereka ada di
rumah saat itu. Aku ingin katakan : “Kak, Bang,, coba lihat mamak masih saja
membeli apapun dengan jumlah 3 buah, selalu begitu sejak dulu. Cangkir ini
pasti untukmu satu kak, untuk mu satu bang dan untukku satunya.” Ahh... mamakku
sayang kami menyayangimu. Tahun-tahun mendatang, aku berharap Brian dan Denggan
datang mengunjungi oppung dan bermain dengan ke tiga cangkir stainless stells itu, ketiga cangkir
plastik putih, tiga cangkir plastik warna pink dan ketiga barang-barang lainnya. Bongkar dan acak-acak saja
barang-barang di rumah oppung, mereka pasti sangat senang.
Kali ini aku benar-benar rindu rumah. Rumahku biru, aku rindu. Rindu
Bapak, mamak, kakak, abang, abang ipar, kakak ipar, dan pastinya kedua keponakanku
tersayang Brian Darius Pratama Siregar dan Son Denggan Matoras Tumanggor. Aku
ingin menggambar dan mewarnai bersama Denggan dan Brian. I love you all. Tolong pulang bersama-sama setidaknya tahun depan untuk Bapak dan Mamak yang selalu menunggu.
Komentar
Posting Komentar