Relativitas,, suatu sudut pandang di Sabtu pagi..
Suatu pagi di hari Sabtu, sehari
sebelum tahun 2017, seperti biasa, saya buka smartphone saya dan mulai membaca berita-berita elektronik di akun facebook (fb) saya. Mata saya tertuju
pada sebuah status seorang teman di fb, teman yang saya kenal namun tidak
dengan sangat mendalam namun sebelumnya sangat saya hormati. Pagi itu dia
memposting sebuah screen capture
tentang percakapan antara dua pemuka agama, yang telah diposting oleh akun
orang lain sebelumnya, yang saya pikir sangat mengada-ada dan tendensius kepada
menyindir negatif sebuah agama.
Agama menurut sepengetahuan saya
berasal dari kata yang terdiri dari “a”
berarti tidak dan “gama” berarti kacau. “Agama” secara harfiah berarti tidak kacau. Agama menuntun manusia agar tidak kacau. Saya tidak
akan berani dan memang tidak berminat dan berniat untuk mengomentari atau
memberi statement yang tidak berdasar
mengenai suatu agama, bahkan jika itu adalah agama saya sendiri apalagi agama
orang lain yang tidak pernah sama sekali saya pelajari dan dalami secara theologi. Satu hal yang saya yakini
adalah, agama adalah kulit yang membungkus iman. Iman hanya Tuhan yang tahu,
dan tak satupun manusia yang mengerti dan memahami pikiran Tuhan. Saya mengikut
Tuhan dengan iman, mencoba sepenuh daya untuk menuruti firmanNya dan menjauhi
laranganNya, bukan karena saya takut masuk neraka atau mengejar-ngejar surga
sebagai upah pahala namun karena Dia adalah Tuhan dan saya ciptaanNya. Surga
dan Neraka adalah karunia Tuhan, dan semua hal adalah kewenanganNya, bahkan
untuk hal memberikan saya surga ataupun neraka kelak setelah saya menyelesaikan
tugas saya di bumi itu sepenuhnya adalah kewenangan Tuhan.
Satu hal yang menjadi pertanyaan
di benak saya adalah kenapa seseorang itu
punya kebiasaan yang suka menyindir negatif suatu agama lain yang bukan agamanya
ya ? terlebih kebiasaannya itu dilakukan di dunia virtual media sosial yang terdiri dari orang-orang yang pada
dasarnya memiliki kemajemukan dalam hal suku, agama, ras dan antar golongan.
Hal yang paling miris lagi adalah saat saya ketahui jika ia adalah seseorang
yang berpendidikan tinggi. Bagaimana tidak, sementara pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan telah kita terima saat belajar di bangku Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas dan bahkan saat belajar di bangku
kuliah. Aplikasi pelajaran yang sangat berharga
itu diletakkan di mana?
Menurut saya, jika seseorang
sudah sangat mendalami agamanya dan merasa dirinya sudah sangat religius, maka
bukan berarti ia dapat seenaknya berkomentar atau berasumsi negatif terhadap
agama orang lain, apalagi jika ia tidak pernah mempelajari agama orang lain itu
dengan mendalam secara theologi. Bahkan jika pernah pun, tak sepantasnya
melakukan hal tersebut. Saya pikir, jika kita sudah sangat mendalami ajaran
agama kita masing-masing, maka kita tidak akan punya waktu untuk hal-hal yang
tidak berguna dan hal-hal yang mendatangkan perpecahan dan menyulut kebencian.
Rasa cinta kepada Tuhan akan membimbing kita untuk refleksi mendalam terhadap
sikap dan laku kita sendiri di bumi. Rasa cinta kepada Tuhan akan menuntun pada
perbaikan diri sendiri dan waktu yang singkat di bumi akan digunakan
sebaik-baiknya untuk lebih dan lebih lagi memahami kehendak Tuhan di dalam
hidup kita. Kita tidak akan punya waktu untuk menjelek-jelekkan bahkan
mencari-cari kesalahan orang lain apalagi berkomentar dan berasumsi yang belum
tentu benar terhadap hidup orang lain, apalagi menyangkut agama dan
kepercayaannya kepada Tuhan.
Memeluk suatu agama adalah hak
azasi setiap orang. Menghina agama orang lain adalah melanggar hak azasi orang
lain, terlebih agamanya itu diakui keberadaannya di negara tersebut. Hormatilah
hukum, hormatilah hak azasi manusia dan terlebih hormatilah Tuhan. Beriman
kepada Tuhan adalah urusan pribadi orang yang mengimani dengan Tuhannya. Saya
pikir, alangkah tidak bijaknya dan tidak sopannya kita mencampuri atau bahkan
merendahkan suatu agama, terlebih agama orang lain yang tidak kita pahami sama
sekali. Imani saja Agamamu tanpa menyakiti hati orang lain karena orang lain
itu juga adalah ciptaan Tuhan. Tuhanlah yang akan membenarkan imanmu kelak.
Tuhan itu Maha segalanya, masa’ kamu tidak tahu?
Seperti pada teori relativitas
umum, segala sesuatu adalah relatif tergantung kepada kita melihat dari titik
acuan yang mana. Manusia dengan jumlah yang sangat banyak ini juga mungkin
memiliki sudut pandang yang berbeda-beda atau acuan yang berbeda-beda untuk
hidupnya masing-masing, bahkan mengenai hubungannya dengan Tuhannya. Alangkah
miskinnya pemahaman kita jika hanya memandang dari satu sudut pandang untuk
menghakimi sesuatu yang kita saja tidak pasti tahu kebenaran atau kesalahannya.
Saya pikir Tuhan pasti punya pikiranNya dan tujuanNya sendiri untuk menciptakan
suatu keberagaman yang sangat luar biasa besar di bumi ini. Jika sudah
diciptakanNya sebagaimana adanya sekarang, maka tidak berhak kita menerka-nerka
yang negatif terhadap ciptaan Tuhan.
Yahh,,, segalanya adalah
relatif. Hanya Tuhan dan firmanNya sajalah yang mutlak benar. Jadi siapakah kita? Kita adalah ciptaan
Tuhan yang tidak akan pernah bisa membaca pikiranNya. Tuhan memberkati setiap
orang. Salam damai.
Komentar
Posting Komentar