Sebuah persepsi
K e s a n t u n a n
Saya pikir
‘Kesantunan’ adalah suatu sikap atau kemampuan untuk menempatkan diri sesuai dengan permintaan kondisi (konteks keadaan) dengan memperhatikan nilai-nilai kebenaran dan budaya. Dalam budaya
orang Batak misalnya, orang yang tidak santun sering disebut dengan istilah
‘naso maradat’. Naso maradat maksudnya mungkin adalah ketika seseorang tersebut
tidak menanamkan nilai-nilai atau norma adat yang dianggap sebagai pedoman
dalam berperilaku. Istilah ‘naso maradat’ ini lebih tendensius ke perilaku.
Suku batak
terutama batak Toba, sejauh yang saya ketahui, sangat menjunjung tinggi
nilai-nilai kesantunan. Ada istilah adat yang sangat terkenal dari adat Batak
yakni “Dalihan natolu”. Dalihan natolu terdiri dari aturan :
1. Somba marhula-hula 2. Manat mardongan tubu
3. Elek marboru
Ada
pengelompokan sebutan posisi/peran seseorang dalam kehidupan adat, dimana
setiap orang akan mengalami dan menjalani ketiga kelompok itu dalam suatu keadaaan
lingkup adat. Artinya suatu saat seseorang dapat berperan sebagai hula-hula, di
keadaan lain akan menjadi dongan tubu dan keadaan lainnya menjadi boru.
Somba itu
artinya menghormati ‘dengan sangat’ atau memuliakan. Selain kepada hula-hula,
kata somba sering dipakai untuk kata memuji dan memuja Tuhan. Misalnya: somba
Debata, somba Jahowa (muliakanlah Tuhan). Jadi kata somba ini merupakan kata
yang terkait dengan Tuhan. Dibawah derajat Tuhan, maka yang perlu disomba
adalah hula-hula. Kata somba juga sering digunakan dalam hal meminta maaf dan
memohon dengan memakai istilah “marsomba sappulu jari” bahkan untuk permintaan
maaf atau cara memohon yang lebih sopan lagi dipakai istilah “marsomba sappulu
jari pasabolashon simanjujung.” Ini artinya memohon dengan sangat, dengan jari
tersusun sepuluh plus tambahan kepala yang tunduk/menunduk. Sikap ini
menggambarkan kerendahan hati yang memohon dengan sangat.
Manat merupakan kehati-hatian dalam bertindak dengan memperhatikan sikap berlandaskan
menghormati, tidak merendahkan, memperlakukan orang lain seperti diri sendiri dan
menjunjung tinggi derajat seseorang sebagai manusia.
Elek
merupakan kata yang hampir mirip dengan ‘anju’ atau ‘manganju’ (membujuk). Elek merupakan
sikap yang mau mengerti, menyayangi, memahami, sifat fleksibel dimana saat
seseorang melakukan sesuatu yang kurang tepat maka jangan terburu-buru untuk
marah, namun harus memaklumi dengan menyelidiki apa penyebab 'kesalahan' itu dan memberi arahan yang baik yang dianggap benar
dan seharusnya untuk menyelesaikannya. Kata elek ibarat suatu sikap yang sering dilakukan seorang
kakak kepada adiknya. Jika adik melalukan suatu kesalahan maka kakak dengan
sangat rendah hati dan penuh kasih sayang memaafkan sang adik dan menuntunnya
ke arah yang benar. Jadi kata elek lebih kepada suatu tindakan sikap
menyayangi, mengerti, memahami, memafkan, menuntun kepada yang benar dan
menjadi panutan dengan penuh kasih sayang dan kelemahlembutan.
Dalam
kehidupan sehari-hari, ketiga istilah ini sangat dijunjung tinggi dan harus
dilaksanakan dalam kehidupan orang Batak. Saya pikir ini adalah aturan atau
norma adat yang sangat baik, yang jika dilaksanakan dengan benar-benar
dalam kehidupan sehari-hari, maka akan memberikan dampak baik dalam kehidupan
sosial bermasyarakat. Jadi saya pikir, kesantunan seseorang alangkah baiknya
jika menerapkan (mengadopsi) istilah adat orang Batak ini. Kesantunan dalam menempatkan
diri, posisi dan peran dalam masyarakat. Kemampuan untuk memperlakukan manusia
lain dengan aturan yang memang sangat manusiawi dan menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan dan norma adat yang tidak bertentangan dengan nilai kebenaran.
Kesantunan
adalah saudara dari kebijaksanaan. Keduanya membutuhkan kemampuan seseorang
untuk menempatkan diri sesuai pada tempatnya dan tidak menyalahi nilai-nilai
kebenaran.
Komentar
Posting Komentar