Anak Dihajar, Anjing Disayang



Anak Dihajar, Anjing Disayang
(Bah! anakna saparmate dibaen,, hape biangna sohea dihajar)


Kali ini, aku mau menceritakan cerita ringan, bahkan mungkin cenderung kurang berbobot, karena hanya menceritakan sebuah mimpi. Maka, bijaklah menyikapi ceritaku ini yah saudara-saudaraku! Hahahaha.....

Jadi yah, cerita ini bermula dari suatu mimpi. Jadi aku bermimpi tinggal di suatu daerah pedesaan (bahasa batak : tinggal di huta-huta), meskipun pada kenyataannya aku memang benar-benar tinggal di desa alias huta. Mayoritas tetanggaku merupakan suku Batak Toba, yang kalau di daerah Sumatera sering disebut dengan istilah “halak hita”. Aku juga halak hita, maka aku mau cerita ala-ala halak hita juga lah yah,,,

Jadi di dalam mimpi ini, aku melihat sebuah fenomena unik. Fenomena tentang seorang ibu dengan anak-anaknya dan anjing-anjing peliharaanya. Fenomena ini membuatku gagal paham. Bagaimana tidak gagal paham?? Coba bayangkan! 

Dalam mimpi itu, rumah si ibu tidak terlalu jauh dari rumahku sehingga, setiap hari aku harus mendengar suara si ibu saat marah-marah, bahkan tidak jarang mengeluarkan sumpah serapah pada anak-anaknya, ketika ada kelakuan si-anak yang tidak berkenan di hatinya. Parahnya lagi, suara dengan frekuensi tinggi dan amplitudo yang besar itu juga diiringi bunyi seperti “tabuhan perkusi” yang terbuat dari kulit yang kalau dipukul bunyinya “bab,,bab,,,babb”, dan yang kemudian disusul teriakan “Alale umak,,, alale,,, alalee,, haccitnai...” (Aduh mak,,, aduhh,,, aduh,,, sakitnya”). Tidak hanya sekali dua kali, bahkan dalam sehari bisa beberapa kali adegan ini berlangsung. Gila enggak?? Terus hubungannya dengan anjing-anjingnya apa? 

Anak-anaknya diasuh dengan pola pemberian sanksi berupa kekerasan, sementara anjing-anjing peliharaannya tidak mengalami hal yang demikian. 

Sepintas kalau dilihat dan dipikir-pikir pakai otak ‘yang tidak jernih’, sepertinya lebih enak jadi anjing-anjingnya dari pada jadi anak-anaknya. Anjing-anjingnya malah enak dikasih makan dan bahkan mungkin tidak pernah dikasih “ m x v ”. Lahhh anaknya,, makjang,, ckckckckck.

Dalam mimpi itu, aku malah kuatir jika seandainya pola asuh kekerasan itu terus berlanjut, anak-anaknya bisa saja menjadi manusia-manusia yang berjiwa militan, yang kalau terbentur suatu masalah, hanya menemukan satu jalan penyelesaian yakni melalui otot alias kekerasan. Tapi yah,,, untung itu hanya ada di mimpi. 

Dalam kehidupan nyata, masyarakat batak Toba mengenal istilah “Anakkon hi do hamoraon di au.” (Anakku adalah harta paling berharga untukku). Hmmm... nanti kalau jadi orangtua, berarti aku harus banyak belajar dari berbagai sumber/referensi agar dapat menerapkan pola asuh yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai kebenaran tanpa mengabaikan hak dan kewajiban anak. 


Dari Bapak dan Mamak, aku akan belajar bagaimana cara mengasuh anakku kelak..
Binatang adalah ciptaan Tuhan yang harus disayangi, tapi jangan pula binatang lebih disayang dari pada anak sendiri dan juga jangan pula suatu benda dianggap lebih berharga dari anak sendiri. Apa kata dunia nyata???

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TUGAS METODOLOGI PENELITIAN.

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN MATERIAL

Titik-titik Menjadi garis (Lukisan Kurie)